Persalinan
PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 2000 : 291). Persalinan adalah suatu proses fisiologis sedangkan persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007 : 100)
TEORI PERSALINAN
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang persalinan :
Teori penurunan progesteron
Penuaan plasenta telah dimulai sejak usia kehamilan 30-60 minggu sehingga terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan estrogen pada saat hamil, terjadi perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron yang menimbulkan kontraksi Braxton Hicks, yang selanjutnya akan bertindak sebagai kontraksi persalinan. Kenyataan menunjukkan bahwa saat menjelang persalinan, tidak terjadi penurunan konsentrasi progesteron.
Teori oksitosin
Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim sehingga mudah terstimulasi saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus atau minimal melakukan kerjasama.
Teori keregangan otot rahim
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban sehingga keregangan otot rahim makin pendek dan kekuatan untuk berkontraksi makin meningkat.
Teori janin
Sinyal yang diarahkan pada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan, bila terdapat anomaly hubungan hipofisis dan kelenjar supraneal, persalinan akan menjadi lebih lambat. Diduga bahwa keutuhan hipofisis dan glandula suprarenal sangat penting walaupun bentuk diketahui bentuk sinyalnya.
Teori prostaglandin
Menjelang persalinan, diketahui bahwa prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua. Diperkirakan bahwa terjadinya penurunan progesterone dapat memicu interleukin -1 untuk melakukan hidrolisis gliserofosfolofid sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2, dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Selain itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium desidua dan korion leave.
Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi bila diberikan dalam bentuk infuse, per os, atau secara intra vaginal. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa proses mulainya persalinan merupakan proses yang kompleks dan paling dominant, tetapi merupakan inisiasi pertama yang masih belum diketahui dengan pasti.
TAHAPAN PERSALINAN
Dari sudut pandang klinis, persalinan sering dibagi menjadi tiga tahap atau kala. Namun, secara fisiologis tidak terdapat transisi yang nyata antara tahap tersebut.
Kala I (Pembukaan Jalan Lahir)
Kala satu atau kala pertama adalah tahap dilatasi serviks progresif yang dimulai dari awitan permulaan kontraksi teratur terpadu disertai pendataran (penipisan) dan dilatasi (pembukaan) progresif serviks. Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam dua fase, yaitu :
Fase laten
Fase laten berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm.
Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam tiga fase, yaitu :
Fase akselerasi
Dalam waktu dua jam, pembukaan 3cm tadi menjadi 4cm.
Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu dua jam, pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
Fase deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalm waktu dua jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian. Akan tetapi, fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Akhir kala ini ditandai dengan dilatasi penuh (pembukaan lengkap) serviks karena kontraksi uterus menarik keseluruhan jaringan serviks ke arah atas hingga serviks menyatu dengan segmen bawah uterus, kontinu dengan dinding uterus. Kala ini rata-rata berlangsung sekitar 12-14 jam pada primigravida (seorang wanita hamil untuk pertama kalinya), tetapi cenderung lebih singkat pada multigravida.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum akan mambuka. Pada multigravida, ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung sekitar 12-14 jam, sedangkan pada multipara (multigravida) sekitar 7 jam.
Dalam kala I ini, pekerjaan penolong persalinan adalah mengawasi wanita in partu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Pada seorang primigravida a term umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, tidak ada keberatan wanita tersebut duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Tetapi, umumnya wanita tersebut lebih suka berbaring karena sakit ketika ada his. Berbaring sebaiknya ke sisi tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah, wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus; di samping dapat dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam (pemeriksaan dalam) harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus diingat bahwa tiap pemeriksaan dalam waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi, dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai jadi penghalang untuk tidak menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai:
Vagina, terutama dindingnya apakah ada bagian yang menyempit atau tidak.
Keadaan serta pembukaan serviks.
Kapasitas panggul.
Ada atau tidaknya penghalang (tumor) pada jalan lahir.
Pecah atau tidaknya ketuban.
Presentasi kepala janin.
Turunnya kepala dalam ruang panggul.
Penilaian besarnya kepala terhadap panggul.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, akan tetapi untuk menilai apakah ketuban telah pecah atau belum, keadaan serviks, posisi, dan presentasi kepala, kurang memuaskan. Benar bahwa pemeriksaan per rektum mengurangi infeksi eksogen (dari luar), akan tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari dalam), bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis serta menggosok-gosok dengan jari dinding vagina belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil, bila pemeriksa memperhatikan benar asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan bebas hama dan dilumuri pula dengan krem dettol atau yang sejenis.
Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan; disamping bila perlu diketahui kemajuan partus.
Dalam kala I, wanita in partu dilarang mengejan. Sebaiknya ia diberi klisma (enema) dahulu supaya rektumnya kosong. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan semprotan klisma, atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum akan mengajak wanita tersebut mengejan sebelum waktunya.
Kala II (Pengeluaran)
Kala dua adalah tahap pengeluaran janin, dari dilatasi penuh serviks sampai pengeluaran bayi. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan tenaga pendorong janin pula, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his serta kekuatan mengejan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, serta dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Kala kedua mungkin menghabiskan waktu sekitar satu jam pada primigravida, tetapi cenderung lebih singkat (hanya beberapa menit) pada multigravida.
Kala II ini mulai apabila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Terkadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut mau muntah dan di sertai timbulnya rasa ingin mengejan yang kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin pula. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin meneran pada waktu ada his. Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi.
Ada dua cara mengejan :
Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya.
Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki di rangkul, yakni kaki yang berada di atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum, bila tidak ditahan akan robek (=ruptura perinei), terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kassa steril.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Dikenal beberapa episiotomi, yakni :
Episiotomi mediana, yakni episiotomi yang dikerjakan pada garis tengah.
Episiotomi mediolateral, yakni episiotomi yang dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani, dan diperluas ke sisi.
Episiotomi lateral.
Keuntungan episiotomi mediana adalah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum, terkadang dilakukan perasat menurut Ritgen : bila perineum meregang dan menipis, tangan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan ke luar. Setelah kepala lahir, diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat hal demikian, lilitan dapat di longgarkan atau bila sukar, dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian di antaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putaran paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat ke arah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul trokanter posterior. Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik nafas dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah, kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan nafas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Caranya 5 sampai 10 cm dari umbilikus, tali pusat dijepit dengan 2 cunam kocher. Bila ada kemungkinan akan diadakan exchange transfusion pada bayi, maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10 15 cm. Di antara kedua cunam kocher tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kemih ibu. Bila penuh, dilakukan pengosongan kandung kemih, sedapat-dapatnya wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kemih yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti menimbulkan perdarahan postpartum.
Kala III (Kala Uri)
Kala ketiga persalinan adalah pemisahan dan pengeluaran plasenta dan selaput (membran ketuban), serta pengendalian perdarahan dari sirkulasi uteroplasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), atau dari pinggir plasenta (marginal menurut Matthews-Duncan), atau serempak dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh semakin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh oleh Ahlfeld) tanpa adanya perdarahan pervagina, sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya, perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologi.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti.
Pada keadaan normal, menurut Caldeyro-Barcia plasenta akan lahir spontan dalam waktu kurang lebih 6 menit setelah bayi lahir lengkap. Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain :
Perasat Kustner.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi
Perasat Strassmann.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
Perasat Klein
Wanita disuruh mengejan. Tali pusat tampak turun kebawah. Bila pengejanan dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Perasat Crede
Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat dipergunakan bila terpaksa, misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti benar apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masage ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila perlu karna kontraksi uterus kurang baik, dapat diberikan utero-tonika sepperti titosin, metergin, ermetrin dan sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidramnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit dan diperbaiki. Demikian pula bila ada ruptura perinei.
Kala IV (2 jam setelah Melahirkan)
Kala keempat digunakan untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum atau tidak. Kala empat persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen,2004).
Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap Tingkat kesadaran pasien, Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, tinggi fundu uteri, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan selama 2 jam pertama, dan perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2006).
TANDA-TANDA PERSALINAN
Merasakan nyeri pada punggung, sakit perut atau kram selayaknya masa pramenstruasi.
Frekuensi buang air kecil meningkat. Beberapa pekan atau jam sebelum persalinan, bayi akan turun ke tulang panggul. Kondisi ini membuat rahim bersandar lebih sering pada kandung kemih sehingga frekuensi buang air kecil menjadi makin meningkat dibandingkan biasanya.
Adanya Lightening. Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul. Gambaran Lightening pada primigravida menunjukkan hubungan antara ketiga P, yaitu ; power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal), passanger (janinnya dan plasenta).
Keluar lendir kental bercampur darah dari vagina. Selama hamil serviks ditutupi oleh lendir yang kental. Namun ketika mendekati persalinan, serviks akan membesar dan membuat jalan lendir itu keluar melalui vagina. Warnanya bisa bening, merah muda, atau sedikit berdarah. Nmun lendir bercampur darah tidak selalu menjadi tanda awal bahwa anda akan melahirkan. Lendir ini bisa keluar juga ketika anda berhubungan seks pada saat sedang hamil atau melakukan pemeriksaan vagina.
Merasakan kontraksi palsu. Kontraksi ini biasa disebut braxton hicks atau terjadi pengenncangan perut yang datang dan pergi. Namun pengencangan tidak sekuat kontraksi sungguhan ketika melahirkan. Biasanya kontraksi ini berlangsung 30 hingga 120 detik. Berbeda dengan kontraksi sungguhan, kontraksi braxton hicks dapat hilang ketika anda berpindah posisi atau relaks. Kontraksi ini akan anda rasakan sebelum mengalami kontraksi sungguhan. Perbedaan lain kontraksi ini dengan kontraksi sungguhan, yaitu kontraksi braxton hicks hanya terasa didaerah perut atau panggul, sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa dibagian bawah punggung kemudian berpindah kebagian depan perut.
Perubahan pada serviks. Jaringan pada serviks anda akan melunak atau menjadi elastis. Jika anda sudah pernah melahirkan, serviks anda akan lebih mudah membesar sekitar 1 atau 2 cm sebelum persalinan dimulai namun jika anda baru pertama kali mengalami masa-masa ini, pembukaan serviks sebesar 1 cm tidak bisa menjadi jaminan anda akan segera melahirkan.
Air ketuban pecah. Tanda melahirkan paling umum yang diketahui oleh kebanyakan orang adalah pecahnya air ketuban. Kebanyakan wanita lebih dulu merasakan kontraksi sebelum air ketuban pecah, tapi ada juga yang mengawalinya dengan pecahnya ketuban. Ketika hal ini terjadi, biasanya persalinan akan menyusul dengan segera. Namun bahayanya, jika air ketuban sudah pecah, tapi anda tidak juga mengalami kontraksi, maka bayi anda akan lebih mudah terserang infeksi. Hal itu dikarenakan cairan yang selalu melindungi bayi dari kuman selama berada dikandungan ini telah habis. Jika hal ini terjadi, proses induksi akan dilakukan untuk keselamatan bayi anda. Jika anda sudah mengalami pecah ketuban, bergegaslah ke rumah sakit. Biasanya persalinan akan terjadi sekitar 24 jam setelah ketuban pecah.
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 2000 : 291). Persalinan adalah suatu proses fisiologis sedangkan persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007 : 100)
TEORI PERSALINAN
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang persalinan :
Teori penurunan progesteron
Penuaan plasenta telah dimulai sejak usia kehamilan 30-60 minggu sehingga terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan estrogen pada saat hamil, terjadi perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron yang menimbulkan kontraksi Braxton Hicks, yang selanjutnya akan bertindak sebagai kontraksi persalinan. Kenyataan menunjukkan bahwa saat menjelang persalinan, tidak terjadi penurunan konsentrasi progesteron.
Teori oksitosin
Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim sehingga mudah terstimulasi saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus atau minimal melakukan kerjasama.
Teori keregangan otot rahim
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban sehingga keregangan otot rahim makin pendek dan kekuatan untuk berkontraksi makin meningkat.
Teori janin
Sinyal yang diarahkan pada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan, bila terdapat anomaly hubungan hipofisis dan kelenjar supraneal, persalinan akan menjadi lebih lambat. Diduga bahwa keutuhan hipofisis dan glandula suprarenal sangat penting walaupun bentuk diketahui bentuk sinyalnya.
Teori prostaglandin
Menjelang persalinan, diketahui bahwa prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua. Diperkirakan bahwa terjadinya penurunan progesterone dapat memicu interleukin -1 untuk melakukan hidrolisis gliserofosfolofid sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2, dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Selain itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium desidua dan korion leave.
Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi bila diberikan dalam bentuk infuse, per os, atau secara intra vaginal. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa proses mulainya persalinan merupakan proses yang kompleks dan paling dominant, tetapi merupakan inisiasi pertama yang masih belum diketahui dengan pasti.
TAHAPAN PERSALINAN
Dari sudut pandang klinis, persalinan sering dibagi menjadi tiga tahap atau kala. Namun, secara fisiologis tidak terdapat transisi yang nyata antara tahap tersebut.
Kala I (Pembukaan Jalan Lahir)
Kala satu atau kala pertama adalah tahap dilatasi serviks progresif yang dimulai dari awitan permulaan kontraksi teratur terpadu disertai pendataran (penipisan) dan dilatasi (pembukaan) progresif serviks. Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam dua fase, yaitu :
Fase laten
Fase laten berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm.
Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam tiga fase, yaitu :
Fase akselerasi
Dalam waktu dua jam, pembukaan 3cm tadi menjadi 4cm.
Fase dilatasi maksimal
Dalam waktu dua jam, pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
Fase deselerasi
Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalm waktu dua jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian. Akan tetapi, fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Akhir kala ini ditandai dengan dilatasi penuh (pembukaan lengkap) serviks karena kontraksi uterus menarik keseluruhan jaringan serviks ke arah atas hingga serviks menyatu dengan segmen bawah uterus, kontinu dengan dinding uterus. Kala ini rata-rata berlangsung sekitar 12-14 jam pada primigravida (seorang wanita hamil untuk pertama kalinya), tetapi cenderung lebih singkat pada multigravida.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum akan mambuka. Pada multigravida, ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama.
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini.
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung sekitar 12-14 jam, sedangkan pada multipara (multigravida) sekitar 7 jam.
Dalam kala I ini, pekerjaan penolong persalinan adalah mengawasi wanita in partu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Pada seorang primigravida a term umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, tidak ada keberatan wanita tersebut duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Tetapi, umumnya wanita tersebut lebih suka berbaring karena sakit ketika ada his. Berbaring sebaiknya ke sisi tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah, wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus; di samping dapat dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam (pemeriksaan dalam) harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus diingat bahwa tiap pemeriksaan dalam waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi, dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai jadi penghalang untuk tidak menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai:
Vagina, terutama dindingnya apakah ada bagian yang menyempit atau tidak.
Keadaan serta pembukaan serviks.
Kapasitas panggul.
Ada atau tidaknya penghalang (tumor) pada jalan lahir.
Pecah atau tidaknya ketuban.
Presentasi kepala janin.
Turunnya kepala dalam ruang panggul.
Penilaian besarnya kepala terhadap panggul.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, akan tetapi untuk menilai apakah ketuban telah pecah atau belum, keadaan serviks, posisi, dan presentasi kepala, kurang memuaskan. Benar bahwa pemeriksaan per rektum mengurangi infeksi eksogen (dari luar), akan tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari dalam), bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis serta menggosok-gosok dengan jari dinding vagina belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil, bila pemeriksa memperhatikan benar asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan bebas hama dan dilumuri pula dengan krem dettol atau yang sejenis.
Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan; disamping bila perlu diketahui kemajuan partus.
Dalam kala I, wanita in partu dilarang mengejan. Sebaiknya ia diberi klisma (enema) dahulu supaya rektumnya kosong. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan semprotan klisma, atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum akan mengajak wanita tersebut mengejan sebelum waktunya.
Kala II (Pengeluaran)
Kala dua adalah tahap pengeluaran janin, dari dilatasi penuh serviks sampai pengeluaran bayi. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan tenaga pendorong janin pula, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his serta kekuatan mengejan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, serta dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Kala kedua mungkin menghabiskan waktu sekitar satu jam pada primigravida, tetapi cenderung lebih singkat (hanya beberapa menit) pada multigravida.
Kala II ini mulai apabila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Terkadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut mau muntah dan di sertai timbulnya rasa ingin mengejan yang kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin pula. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin meneran pada waktu ada his. Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi.
Ada dua cara mengejan :
Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya.
Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki di rangkul, yakni kaki yang berada di atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada mulanya berbentuk bulat, kemudian berbentuk D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum, bila tidak ditahan akan robek (=ruptura perinei), terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kassa steril.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Dikenal beberapa episiotomi, yakni :
Episiotomi mediana, yakni episiotomi yang dikerjakan pada garis tengah.
Episiotomi mediolateral, yakni episiotomi yang dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani, dan diperluas ke sisi.
Episiotomi lateral.
Keuntungan episiotomi mediana adalah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahayanya ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum, terkadang dilakukan perasat menurut Ritgen : bila perineum meregang dan menipis, tangan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan ke luar. Setelah kepala lahir, diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat hal demikian, lilitan dapat di longgarkan atau bila sukar, dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian di antaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putaran paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat ke arah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul trokanter posterior. Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik nafas dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah, kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan nafas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Caranya 5 sampai 10 cm dari umbilikus, tali pusat dijepit dengan 2 cunam kocher. Bila ada kemungkinan akan diadakan exchange transfusion pada bayi, maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10 15 cm. Di antara kedua cunam kocher tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kemih ibu. Bila penuh, dilakukan pengosongan kandung kemih, sedapat-dapatnya wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kemih yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti menimbulkan perdarahan postpartum.
Kala III (Kala Uri)
Kala ketiga persalinan adalah pemisahan dan pengeluaran plasenta dan selaput (membran ketuban), serta pengendalian perdarahan dari sirkulasi uteroplasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), atau dari pinggir plasenta (marginal menurut Matthews-Duncan), atau serempak dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh semakin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh oleh Ahlfeld) tanpa adanya perdarahan pervagina, sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya, perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologi.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti.
Pada keadaan normal, menurut Caldeyro-Barcia plasenta akan lahir spontan dalam waktu kurang lebih 6 menit setelah bayi lahir lengkap. Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain :
Perasat Kustner.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah diatas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi
Perasat Strassmann.
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
Perasat Klein
Wanita disuruh mengejan. Tali pusat tampak turun kebawah. Bila pengejanan dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Perasat Crede
Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat dipergunakan bila terpaksa, misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti benar apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masage ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila perlu karna kontraksi uterus kurang baik, dapat diberikan utero-tonika sepperti titosin, metergin, ermetrin dan sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidramnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit dan diperbaiki. Demikian pula bila ada ruptura perinei.
Kala IV (2 jam setelah Melahirkan)
Kala keempat digunakan untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum atau tidak. Kala empat persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen,2004).
Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap Tingkat kesadaran pasien, Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, tinggi fundu uteri, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan selama 2 jam pertama, dan perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2006).
TANDA-TANDA PERSALINAN
Merasakan nyeri pada punggung, sakit perut atau kram selayaknya masa pramenstruasi.
Frekuensi buang air kecil meningkat. Beberapa pekan atau jam sebelum persalinan, bayi akan turun ke tulang panggul. Kondisi ini membuat rahim bersandar lebih sering pada kandung kemih sehingga frekuensi buang air kecil menjadi makin meningkat dibandingkan biasanya.
Adanya Lightening. Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul. Gambaran Lightening pada primigravida menunjukkan hubungan antara ketiga P, yaitu ; power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal), passanger (janinnya dan plasenta).
Keluar lendir kental bercampur darah dari vagina. Selama hamil serviks ditutupi oleh lendir yang kental. Namun ketika mendekati persalinan, serviks akan membesar dan membuat jalan lendir itu keluar melalui vagina. Warnanya bisa bening, merah muda, atau sedikit berdarah. Nmun lendir bercampur darah tidak selalu menjadi tanda awal bahwa anda akan melahirkan. Lendir ini bisa keluar juga ketika anda berhubungan seks pada saat sedang hamil atau melakukan pemeriksaan vagina.
Merasakan kontraksi palsu. Kontraksi ini biasa disebut braxton hicks atau terjadi pengenncangan perut yang datang dan pergi. Namun pengencangan tidak sekuat kontraksi sungguhan ketika melahirkan. Biasanya kontraksi ini berlangsung 30 hingga 120 detik. Berbeda dengan kontraksi sungguhan, kontraksi braxton hicks dapat hilang ketika anda berpindah posisi atau relaks. Kontraksi ini akan anda rasakan sebelum mengalami kontraksi sungguhan. Perbedaan lain kontraksi ini dengan kontraksi sungguhan, yaitu kontraksi braxton hicks hanya terasa didaerah perut atau panggul, sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa dibagian bawah punggung kemudian berpindah kebagian depan perut.
Perubahan pada serviks. Jaringan pada serviks anda akan melunak atau menjadi elastis. Jika anda sudah pernah melahirkan, serviks anda akan lebih mudah membesar sekitar 1 atau 2 cm sebelum persalinan dimulai namun jika anda baru pertama kali mengalami masa-masa ini, pembukaan serviks sebesar 1 cm tidak bisa menjadi jaminan anda akan segera melahirkan.
Air ketuban pecah. Tanda melahirkan paling umum yang diketahui oleh kebanyakan orang adalah pecahnya air ketuban. Kebanyakan wanita lebih dulu merasakan kontraksi sebelum air ketuban pecah, tapi ada juga yang mengawalinya dengan pecahnya ketuban. Ketika hal ini terjadi, biasanya persalinan akan menyusul dengan segera. Namun bahayanya, jika air ketuban sudah pecah, tapi anda tidak juga mengalami kontraksi, maka bayi anda akan lebih mudah terserang infeksi. Hal itu dikarenakan cairan yang selalu melindungi bayi dari kuman selama berada dikandungan ini telah habis. Jika hal ini terjadi, proses induksi akan dilakukan untuk keselamatan bayi anda. Jika anda sudah mengalami pecah ketuban, bergegaslah ke rumah sakit. Biasanya persalinan akan terjadi sekitar 24 jam setelah ketuban pecah.
Komentar
Posting Komentar